Bukan eselon teratas, tapi sebagai pegawai yang sudah puluhan tahun mengabdi pada suatu instansi pemerintah yang katanya mengatasnamakan kepentingan rakyat, Pak Soewondo merasa harus mengambil kesempatan tuk pensiun dini tahun ini, di umurnya yang ke 53.
Tradisi yang melekat di lingkungan kerjanya membuat Pak Soewondo menyerah. Dia enggan tuk makan hati dan ditekan dari atas pun bawah karena melakukan sesuatu yang benar menurut nuraninya. Tidak mungkin kekuatan satu orang dapat mengganti haluan satu kapal, kecuali dia adalah juru kemudi, atau kapten kapal itu sendiri.
Sudah puluhan tahun ia mencoba membelokkan suatu tradisi yang salah dimatanya, yang hanya alirkan jumlah dengan nominal enam dan angka satu di depannya ke dalam tabungannya, tentu setelah dipotong biaya A sampai X. Padahal nama besar dan bukan harum instansinya mengasumsikan orang-orang terhadap semua yang dimilikinya, dan mungkin masih ada banyak di belakang yang ditutupi, kata mereka.
Hanya Pak Soewondo dan keluarga yang tahu, mahalnya suatu kejujuran. Itu sebabnya keluarga Pak Soewondo mendukungnya tuk mengambil pensiun dini.
Karna pekerjaan dan penghasilan berbeda. Kita selalu punya pekerjaan, tapi tak selayaknya sebuah penghasilan membuat mental seseorang compang camping. Bila yang rusak tidak dapat didaur ulang, lebih baik kita buang daripada menambahkan beban.
No comments:
Post a Comment